Sabtu, 31 Oktober 2015

KASUS PELANGGARAN ETIKA PROFESI PT KAI 2006


KASUS PELANGGARAN ETIKA PROFESI PT KAI 2006

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan YME yang telah memberikan berkah kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Makalah ini dengan judul “ Kasus Pelanggaran Etika Profesi Akuntansi PT. KAI 2006” . Adapun maksud dan tujuan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Akuntansi Internasional . 
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam kelancaran penyusunan makalah ini. Makalah yang penulis buat ini memang masih jauh dari kata sempurna baik dari bentuk penyusunannya maupun materinya. Ucapan terima kasih, penulis sampaikan kepada Olivia Febriya Anggraeni selaku dosen Mata Kuliah Akuntansi Internasional yang telah membantu memberikan masukan kepada penulis untuk pembuatan makalah ini. penulis mengucapkan terima kasih dan dengan segala kerendahan hati semoga. Makalah ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi pembaca guna pengembangan selanjutnya dan dapat digunakan sebagai referensi sebagaimana mestinya 


BAB I
PENDAHULUAN

1.1            Latar Belakang
 Setiap profesi memiliki etika yang berbeda-beda. Namun, setiap etika harus dipatuhi karena etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara dan aturan dalam menjalankan sitiap pekerjaannya. Di dalam akuntansi juga memiliki etika yang harus di patuhi oleh setiap anggotanya. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya.
Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Namun, pada prakteknya pelanggaran kode etika profesi akuntansi masih saja terjadi di Indonesia.
Pada pembahasan kali ini, kami akan membahas mengenai pelanggaran kode etika profesi akuntansi yang terjadi di Indonesia. Dalam hal ini kami membahas mengenai kasus Pelanggaran Kode Etik Akuntansi yang terjadi didalam PT. KAI pada tahun 2006 yaitu kasus manipulasi laporan keuangan adalah yang dialami oleh PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI). Kasus ini menunjukkan bagaimana proses tata kelola yang dijalankan dalam suatu perusahaan dan bagaimana peran dari tiap-tiap organ pengawas dalam memastikan penyajian laporan keuangan tidak salah saji dan mampu menggambarkan keadaan keuangan perusahaan yang sebenarnya. Kasus PT. KAI berawal dari perbedaan pandangan antara Manajemen dan Komisaris, khususnya Ketua Komite Audit dimana Komisaris menolak menyetujui dan menandatangani laporan keuangan yang telah diaudit oleh Auditor Eksternal. Komisaris meminta untuk dilakukan audit ulang agar laporan keuangan dapat disajikan secara transparan dan sesuai dengan fakta yang ada. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kasus PT. KAI adalah rumitnya laporan keuangan. Adanta ketidakyakinan manajemen akan laporan keuangan yang telah disusun, ketika komite audit mempertanyakan laporan tersebut, manajemen merasa tidak yakin sehingga pihak manajemen menggunakan jasa auditor eksternal. manfaat dari jasa audit adalah memberikan informasi yang akurat dan dapat di percaya untuk pengambilan keputusan. laporan keuangan yang telah di audit oleh akuntan publik kewajarannya lebih dapat dipercaya

1.2.            Rumusan dan Batasan Masalah
1.2.1.      Rumusan Masalah
1.      Bagaimana opini penulis terhadap masalah yang terjadi pada kasus PT. KAI 2006
2.      Etika profesi apa yang dilanggar oleh PT. KAI? 

1.2.2.      Batasan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah diatas, penulis hanya membahas kasus PT. Kereta Api Indonesia pada tahun 2006. 

1.3.            Tujuan Penelitian
1.      Untuk mengetahui opini penulis tentang masalah apa yang terjadi pada PT. KAI
2.      Untuk mengetahui etika profesi apa yang dilanggar oleh PT . KAI



BAB II
LANDASAN TEORI


2.1  Pengertian Etika

Menurut bahasa Yunani Kuno, etika berasal dari kata ethikos yang berarti “timbul dari kebiasaan”. Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia.
Menurut Martin [1993], etika didefinisikan sebagai the discipline which can act as the performance index or reference for our control system“. Etika disebut juga filsafat moral. Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak.

2.2  Kode Etik Profesi Akuntansi
Garis besar kode etik dan perilaku profesional adalah :
·         Kontribusi untuk masyarakat dan kesejahteraan manusia.
Prinsip mengenai kualitas hidup semua orang menegaskan kewajiban untuk
melindungi hak asasi manusia termasuk ancaman terhadap kesehatan dan keselamatan.
·         Hindari menyakiti orang lain.
“Harm” berarti konsekuensi cedera, seperti hilangnya informasi yang tidak
diinginkan, kehilangan harta benda, kerusakan harta benda, atau dampak lingkungan yang tidak diinginkan.
·         Bersikap jujur dan dapat dipercaya
Kejujuran merupakan komponen penting dari kepercayaan. Tanpa kepercayaan suatu organisasi tidak dapat berfungsi secara efektif.
·         Bersikap adil dan tidak mendiskriminasi nilai-nilai kesetaraan, toleransi, menghormati orang lain, dan prinsip-prinsip keadilan yang sama dalam mengatur perintah.
·          Hak milik yang temasuk hak cipta dan hak paten.
Pelanggaran hak cipta, hak paten, rahasia dagang dan syarat-syarat perjanjian lisensi dilarang oleh hukum di setiap keadaan.
·         Memberikan kredit yang pantas untuk properti intelektual.
Komputasi profesional diwajibkan untuk melindungi integritas dari kekayaan intelektual.
·          Menghormati privasi orang lain
Komputasi dan teknologi komunikasi memungkinkan pengumpulan dan pertukaran informasi pribadi pada skala yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah peradaban.
·         Kepercayaan
Prinsip kejujuran meluas ke masalah kerahasiaan informasi setiap kali salah satu telah membuat janji eksplisit untuk menghormati kerahasiaan atau, secara implisit, saat informasi pribadi tidak secara langsung berkaitan dengan pelaksanaan tugas seseorang.

2.3  Kode Etik Profesi Akuntansi

Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:1. Prinsip Etika, prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota. 2. Aturan Etika, aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan 3. Interpretasi Aturan Etika, Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya. 


2.4  Prinsip Etika Profesi Akuntan Menurut IAI

Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Akuntan Etika yang mengaatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan. Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya. Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan pengakuan profesi akan tanggungjawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip ini memandu anggota dalam memenuhi tanggung-jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku etika dan perilaku profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi. Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik.
Prinsip Etika Profesi Akuntan
A.    Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
B.     Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
C.     Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
D.    Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
E.     Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya tkngan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh matifaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
F.      Kerahasiaan
Setiap anggota harus, menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
G.    Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
H.    Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.

 

BAB III
PEMBAHASAN

3.1  Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT. KAI tahun 2006 

Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI dalam kasus tersebut terdeteksi adanya kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Ini merupakan suatu bentuk penipuan yang dapat menyesatkan investor dan stakeholder lainnya. Kasus ini juga berkaitan dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi.
Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp, 6,9 Miliar. Padahal apabila diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan seharusnya menderita kerugian sebesar Rp. 63 Miliar. Komisaris PT KAI Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur Informasi dan Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan.  Audit terhadap laporan keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan publik.
Hasil audit tersebut kemudian diserahkan direksi PT KAI untuk disetujui sebelum disampaikan dalam rapat umum pemegang saham, dan komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT KAI tahun 2005 :

1.      Pajak pihak ke tiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005.
2.      Kewajiban PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standart Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
3.      Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp 24 Miliar yang diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp 6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.
4.      Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai komulatif sebesar Rp 674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp 70 Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari hutang. Akan tetapi menurut Hekinus bantuan pemerintah dan penyertaan modal harus disajikan sebagai bagian dari modal perseroan.
5.      Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003.

Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara komisaris dan auditor akuntan publik terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT KAI baru bisa dibuka akses terhadap laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik. Akuntan publik yang telah mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu diberi sanksi teguran atau pencabutan izin praktek. (Harian KOMPAS Tanggal 5 Agustus 2006 dan 8 Agustus 2006).




BAB IV
PENUTUP
4.1  Kesimpulan 
     Maka dari kasus studi diatas tentang pelanggaran Etika dalam berbisnis itu merupakan suatu pelanggaran etika profesi perbankan pada PT. KAI pada tahun tersebut yang terjadi karena kesalahan manipulasi dan terdapat penyimpangan pada laporan keuangan PT. KAI tersebut. Pada kasus ini juga terjadi penipuan yang menyesatkan banyak pihak seperti investor. Seharusnya PT. KAI harus bertindak profesional dan jujur sesuai pada asas- asas etika profesi sebagai berikut ini:
·         Tanggung jawab profesi
Dimana seorang akuntan harus bertanggung jawab secara professional terhadap semua kegiatan yang dilakukannya. Akuntan Internal PT. KAI kurang bertanggung jawab karena dia tidak menelusuri kekeliruan dalam pencatatan dan memperbaiki kesalahan tersebut sehingga laporan keuangan yang dilaporkan merupakan keadaan dari posisi keuangan perusahaan yang sebenarnya. 
·         Kepentingan Publik
Dimana akuntan harus bekerja demi kepentingan publik atau mereka yang berhubungan dengan perusahaan seperti kreditur, investor, dan lain-lain. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak bekerja demi kepentingan publik karena diduga sengaja memanupulasi laporan keuangan sehingga PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun karena manipulasi tersebut PT. KAI terlihat mengalami keuntungan. Hal ini tentu saja sangat berbahaya, termasuk bagi PT. KAI. Karena, apabila kerugian tersebut semakin besar namun tidak dilaporkan, maka PT. KAI bisa tidak sanggup menanggulangi kerugian tersebut. 
·         Integritas
Dimana akuntan harus bekerja dengan profesionalisme yang tinggi. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI tidak menjaga integritasnya, karena diduga telah melakukan manipulasi laporan keuangan. 
·         Objektifitas
Dimana akuntan harus bertindak obyektif dan bersikap independen atau tidak memihak siapapun. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak obyektif karena diduga telah memanipulasi laporan keuangan sehingga hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu yang berada di PT. KAI. 
·         Kompetensi dan kehati-hatian professional
Akuntan dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan. Dalam kasus ini, akuntan PT. KAI tidak melaksanakan kehati-hatian profesional sehingga terjadi kesalahan pencatatan yang mengakibatkan PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun laporan keuangan mengalami keuntungan. 
·         Kerahasiaan
Akuntan harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Dalam kasusun ini akuntan sudah menerapkan prinsip kerahasiaan karena hanya melaporkan laporan yang dapat dipublikasikan saja. 
·         Perilaku professional
Akuntan sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesinya. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak berperilaku profesional yang menyebabkan kekeliruan dalam melaporkan laporan keuangan, dan hal ini dapat mendiskreditkan (mencoreng nama baik) profesinya. 
·         Standar teknis
Akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut

Sabtu, 03 Oktober 2015

TUGAS 1 ETIKA PROFESI AKUNTANSI


KASUS KORUPSI PAJAK OLEH DHANA WIDYATMIKA

Lahir di Malang, Jawa Timur, sosok Dhana Widyatmika Merthana adalah pegawai Direktorat Jendral Pajak Indonesia. Pria kelahiran Maret 1974 ini memang sudah menunjukkan ketertarikan tinggi terhadap dunia keuangan, ekonomi, dan utamanya, perpajakan. Dhana, demikian pria kelahiran 1974 ini biasa dipanggil, menuntaskan kuliah di salah satu institusi pendidikan keuangan paling bergengsi, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara atau STAN dan melanjutkan pendidikan tingginya di bawah Program Studi Ilmu Administrasi, FISIP UI. 

Dhana mulai bekerja di Ditjen Pajak pada tahun 1996. Karirnya berkembang terus. Pada 2011, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Dhana Widyatmika menjabat sebagai Account Representative pada Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Enam.
Di Ditjen Pajak, pangkat Dhana Widyatmika merupakan PNS golongan III/c dengan pangkat penata. Pada 12 Juli 2011, Dhana Widyatmika dipindahkan dari Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Enam ke Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Dua.
Pada 2012 silam, nama Dhana menjadi bahan perbincangan karena kasus korupsi yang dilakukannya.  Dhana menjadi tersangka korupsi, terkait pengelapan pajak dan kepemilikan rekening gendut. Walau statusnya masih menjadi PNS dengan golongan III/c dengan pangkat penata, kekayaan Dhana mencapai Rp 60 miliar. 
Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Fuad Rahmany mengungkapkan 'The Next Gayus' ini tidak lagi menjadi pegawai pajak. Karena, atas keinginannya sendiri Dhana Widyatmika ini meminta pindah ke instansi lain. Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak Dhana Widyatmika dituntut hukuman 12 tahun penjara untuk tiga perbuatan pidana oleh jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung. Selain hukuman penjara, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi diminta menjatuhi hukuman membayar denda Rp 1 miliar dan subsider kurungan enam bulan.  Dhana dianggap terbukti melakukan tiga perbuatan pidana.
Pertama, tindak pidana korupsi menerima gratifikasi berupa uang senilai Rp 2,75 miliar. Perbuatan pertama Dhana tersebut diuraikan jaksa dalam dakwaan primer dan subsider. Dakwaan primer memuat Pasal 12 B ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP, sedangkan dakwaan subsidernya memuat Pasal 11 undang-undang yang sama. Menurut jaksa, pada 11 Januari 2006, Dhana menerima uang dari Herly Isdiharsono senilai Rp 3,4 miliar yang ditransfer ke rekening Bank Mandiri Cabang Nindya Karya, Jakarta. Penerimaan uang 3,4 miliar itu berkaitan dengan penerimaan melawan hukum, yaitu mengurangi kewajiban pajak PT Mutiara Virgo. Kemudian, sebanyak Rp 1,4 miliar dari uang tersebut digunakan Dhana untuk membayar rumah atas nama Herly Isdiharsono. Sedangkan sisanya, Rp 2 miliar, dipakai untuk kepentingan pribadi Dhana. Adapun Herly ikut ditetapkan sebagai tersangka kasus ini. Atas bantuan para pegawai pajak tersebut, PT Mutiara Virgo hanya membayar Rp 30 miliar dari nilai Rp 128 miliar yang seharusnya. Adapun total uang yang dikucurkan PT Mutiara Virgo melalui direkturnya, Jhonny Basuki, ke para pegawai pajak tersebut mencapai Rp 20,8 miliar. Kejaksaan Agung pun menetapkan Jhonny sebagai tersangka kasus ini. Kemudian, pada 10 Oktober 2007, Dhana kembali menerima uang gratifikasi senilai Rp 750 juta dari pencairan cek perjalanan di Bank Mandiri Cabang Nindya Karya.
Kedua, Dhana terbukti melakukan tindakan korupsi yang merugikan negara senilai Rp 1,2 miliar. Dhana terbukti melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara. Dakwaan primer memuat Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Subsider, memuat Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor. Atau, dakwaan kedua, dua, primer yang memuat Pasal 12 Huruf e Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan subsidernya memuat Pasal 12 huruf g undang-undang yang sama. Menurut tim JPU Kejaksaan Agung, Dhana bersama-sama dengan Salman Magfiron sengaja menggunakan data eksternal sebagai dasar perhitungan pajak PT Kornet Trans Utama, sehingga pajak yang harus dibayarkan perusahaan tersebut menjadi lebih tinggi. Dhana dan Salman pun mengadakan pertemuan dengan Direktur PT Kornet Trans Utama, Lee Jung Ho atau Mr Leo, yang intinya menawarkan bantuan untuk mengurangi nilai pajak yang harus dibayarkan perusahaan tersebut dengan meminta imbalan Rp 1 miliar. Namun, permintaan imbalan tersebut diacuhkan PT Kornet. Perusahaan itu kemudian mengajukan keberatan melalui Pengadilan Pajak yang hasilnya memenangkan PT Kornet. Atas kemenangan perusahaan tersebut, Dhana dianggap merugikan negara Rp 1,2 miliar atau paling setidak-tidaknya Rp 241.000.
Ketiga, terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Menurut jaksa, Dhana menerima uang dari tindak pidana korupsi yang selanjutnya secara bertahap ditransaksikan dengan maksud untuk menyembunyikan asal-usul hartanya.
Sebelumnya, dalam dakwaan, Dhana terancam maksimal 20 tahun penjara. Jaksa mengatakan, terdapat hal-hal yang memberatkan dan meringankan Dhana.  Adapun hal yang meringakan karena berusia relatif muda sehingga diharapkan memperbaiki perbuatan. Dhana akan mengajukan nota pembelaan atau pleidoi. Dhana Widyatmika akan mengajukan sendiri dan penasihat hukum juga akan mengajukan sendiri. Majelis hakim memberikan waktu satu minggu untuk mempersiapkan pleidoi. Sidang lanjutan akan dilaksanakan Senin 29 Oktober 2012.

Analisis
Kasus penyelewengan dana oleh Dhana Widyatmika sudah jelas sangat merugikan negara. Kasus ini membuktikan bahwa lemahnya perhatian yang dilakukan oleh pihak berwenang terhadap kasus pajak sebelumya.
Dalam kasus ini juga Dhana banyak melakukan pelanggaran terhadap kode etik profesi akuntan.
Kode etik yang pertama yaitu tentang tanggung jawab profesi dengan menerima gratifikasi dari sejumlah pihak dengan menggelapkan pajak.
Kode etik yang kedua yaitu tentang kepentingan publik dan objektifitas. Hal ini ditunjukkan bahwa Dhana terbukti melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara.
Kode etik profesi merupakan sarana untuk membantu para pelaksana sebagai seseorang yang professional supaya tidak dapat merusak etika profesi.
Kode etik profesi dapat menjadi penyeimbang segi-segi negative dari suatu profesi, sehingga kode etik ibarat kompas yang menunjukkan arah moral bagi suatu profesi dan sekaligus juga menjamin mutu moral profesi itu dimata masyarakat.

Prinsip Etika Profesi Akuntan:
1.      Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
2.      Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
3.     Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
4.     Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
5.      Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya tkngan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh matifaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
6.     Kerahasiaan
Setiap anggota harus, menghormati leerahasiaan informas iyang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hokum untuk mengungkapkannya
      Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi
8.      Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.

Kesimpulan
Kasus Dhana sudah jelas sangat merugikan Negara hingga milyaran rupiah. Terdakwa Dhana Widyatmika telah mengambil keuntungan dari para wajib pajak, melakukan korupsi dan pencucian uang, penyalahgunaan tugas dan wewenang selaku pemeriksa pajak yaitu pada proses pemeriksaan pajak sampai pengajuan keberatan ke pengadilan pajak sesuai  pasal 2, 3, 12e dan 12g undang-undang Tindak Pidana Korupsi serta pasal 3 UU Tindak Pidana Pencucian Uang.

Solusi
Menurut Wakil Ketua Komisi XI (Komisi Keuangan) DPR RI Harry Azhar Azis memiliki solusi dengan mengungkapkan sistem pengawasan internal Ditjen Pajak harus dibuat terukur dan fokus yang mana harus dibangun model whistle blower (WB) dan diberi insentif bagi WB berupa reward and punishment yang harus dijalankan dengan ketat. Titik-titik lemah di unit-unit pajak harus diperkuat pengawasannya dan karena itu remunerasi harus mampu mengukur berapa peningkatan moralitas dan produktifitas pegawai pajak. Jika hal itu dijalankan dengan baik maka dimasa depan kasus Gayus dan Dhana Widyatmika ini tidak akan terjadi lagi karena dengan terbangunnya sistem pengawasan itu dapat dideteksi gejala penyimpangan dari awal (early warning system).