Selasa, 14 Juni 2016

Meta Analisis

Nama Anggota Kelompok:
1.      Khosyiah (24212095)
2.      Lugas Setyo Aji (24212257)
Meta Analisis
Jurnal 2012 :
Analisis Penentuan Harga Transfer Terhadap Kontribusi Laba Pada Pusat Pertanggungjawaban
Latar belakang
Pada umumnya tujuan dari setiap perusahaan adalah untuk memperoleh laba yang sebesar-besarnya agar dapat mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan selama jangka waktu yang tidak terbatas, salah satunya dengan memanfaatkan segala sumber daya yang ada.Untuk mencapai tujuan tersebut maka perusahaan harus membentuk suatu organisasi yang dapat menjalankan kegiatan-kegiatan perusahaan.Dalam menjalankan kegiatan-kegiatan perusahaan tersebut diperlukan adanya seorangpimpinan yang dapat mempengaruhi kinerja tiap anggota karyawan. Manajer sebagai pengelola suatu perusahaan, dalam menjalankan tugasnya perlu membuat suatu rencana strategi yaitu menentukan apa yang akan dilakukan dan bagaimana hal tersebut dilaksanakan. Rencana-rencana strategi itu dapat dijalankan lebih lanjut secara terperinci dalam bentuk suatu kebijaksanaan maupun dalam bentuk program.Kebijakan dan program dapat terwujud melalui operasi perusahaan.Dalam pelaksanaannya, diperlukan suatu pengawasan dan pengujian secara terus menerus oleh manajemen puncak untuk memastikan bahwa anggota organisasi telah melaksanakan tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya. Sejalan dengan perkembangannya, suatu perusahaan akan mengalami permasalahan yang semakin komplek, hal itu menyebabkan tugas-tugas manajemen puncak dalam mencapai tujuan perusahaan semakin sulit dan komplek pula. Oleh karena itu kemampuan untuk memisahkan aktifitas dan tujuan ke dalam unit-unit tertentu serta bagaimana mengkoordinasikan unit tersebut mutlak diperlukan oleh manajer apalagi dalam ukuran organisasi yang cukup besar.Dengan berkembangnya perusahaan yang diikuti dengan permasalahan yang semakin komplek dapat mendorong manajemen puncak melaksanakan desentralisasi dan divisionalisasi di dalam perusahaan tersebut.Desentralisasi adalah suatu praktik pendelegasian otoritas pengambilan keputusan baik wewenang maupun tanggungjawab kepihak yang lebih rendah. Dalam proses desentralisasi ini dilakukan pendelegasian wewenang dan tanggungjawab dari manajemen puncak kepada manajer unit-unit kerja atau divisi yang dibentuk untuk membuat keputusan operasional dalam divisinya. Divisionalisasi juga merupakan proses pembagian organisasi perusahaan kebeberapa unit atau divisi yang lebih kecil untuk melaksanakan suatu aktivitas tertentu dimana divisi tersebut pada umumnya diartikan sebagai pusat pertanggungjawaban yang diberi wewenang untuk melaksanakan fungsi produksi dan fungsi pemasaran, sehingga pusat pertanggungjawaban tersebut diharapkan dapat mempertanggungjwabkan terhadap laba yang diperoleh dari tiap divisinya. Berdasarkan fenomena yang terjadi, besarnya laba yang diperoleh dapat dijadikan sebagai ukuran prestasi kerja manajer pusat laba pada tiap divisi.Salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah laba yang dicapai pada tiap divisi adalah mengenai penetapan harga transfer. Harga transfer adalah harga produk atau jasa yang ditransfer antar pusat pertanggungjawaban dalam perusahaan. Besarnya harga transfer akan mempengaruhi laba bagi tiap divisi yang bersangkutan. Harga transfer tersebut mempengaruhi pendapatan bagi divisi yang melakukan transfer dan mempengaruhi biaya bagi divisi yang menerima transfer yang pada akhirnya akan mempengaruhi laba perusahaan secara keseluruhan. Selama ini pada perusahaan rokok KN Jaya Sentosa dalam menerapkan penetapan harga transfer dengan menggunakan metode harga pasar yang dimodifikasi dan diharapkan dari penentuan tersebut dapat mencerminkan keadilan bagi setiap divisi atau unit.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penentuan harga transfer terhadap kontribusi laba pada pusat pertanggungjawaban.
Alat analisis
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif sedangkan metodenya menggunakan pendekatan metode harga transfer berdasarkan biaya, metode harga transfer berdasarkan biaya ditambah laba, dan metode harga transfer berdasarkan harga pasar.
Objek penelitian
Objek penelitian ini yang berkaitan dengan transaksi harga transfer yang akan diteliti dan dikaji sampai sejauh mana pengaruh penentuan harga transfer terhadap kontribusi laba pada pusat pertanggungjawaban.
Pembahasan
besarnya kontribusi laba diatas menunjukkan bahwa penetapan harga transfer dengan metode biaya penuh menghasilkan margin kontribusi unit penjual yang paling rendah. Hal ini dikarenakan pada metode biaya penuh belum ditambahkan dengan laba yang dikehendaki, sehingga harga transfer yang dihasilkan menjadi rendah dan akan merugikan unit penjual. Oleh sebab itu metode ini tidak sesuai dengan kebijakan perusahaan. Metode harga transfer dengan menggunakan metode biaya penuh ditambah laba juga kurang sesuai dengan perusahaan. Seperti yang disajikan dalam tabel diatas bahwa metode biaya penuh ditambah laba menghasilkan margin kontribusi diatas margin kontribusi dengan metode biaya penuh yang artinya bahwa pihak penjual akan memperoleh laba sebesar laba yang diharapkan dan pihak pembeli akan dapat memaksimalkan labanya karena harga transfernya lebih rendah dari harga pasar. Tetapi kondisi ini tidak sesuai dengan prosedur formal perusahaan yang mempertimbangkan kesepakatan bersama dan tidak ada salah satu unit yang dirugikan, selain itu hasil produksi yang ditransfer mempunyai harga pasar.Oleh karena itu metode biaya penuh ditambah laba ini kurang sesuai dengan jika diterapkan dalam perusahaan. Dari perbandingan besarnya kontribusi laba diatas, menunjukkan bahwa dengan menggunakan penetapan harga transfer dengan metode harga pasar dapat menghasilkan margin kontribusi lebih tinggi dibandingkan dengan metode harga transfer yang lain. Hal ini dikarenakan hasil dari produk yang ditransfer mempunyai harga pasar yang kompetitif, selain itu dengan penentuan metode pasar setiap unit baik unit penjual maupun unit pembeli mempunyai kebebasan dalam melakukan transaksi baik kepihak dalam maupun kepihak luar perusahaan. Sehingga setiap unit akan mencari peluang harga yang dapat memaksimalkan laba dari masing- masing unitnya. Harga transfer bagi unit penjual merupakan pendapatan sedangkan bagi unit pembeli merupakan biaya variabel yang akan menambahkan harga pokok produksinya. Dengan kata lain semakin besar harga transfer bagi unit penjual semakin tinggi pendapatannya, dan sebaliknya semakin tinggi harga transfer bagi unit pembeli semakin tinggi pula biaya yang dikeluarkan. Dengan demikian harga transfer sangat mempengaruhi besarnya laba yang diperoleh dari setiap unit yang melakukan transfer barang dalam satu perusahaan. Dan pada akhirnya laba tersebut dapat digunakan sebagai pengukur kinerja yang nyata bagi setiap unit. Penerapan harga transfer dengan metode harga pasar yang dimodifikasi diterapkan dengan tujuan untuk menciptakan adanya keadilan dari masing-masing unit dan diharapkan supaya dari setiap unit tersebut dapat menunjukkan efektifitas kinerjanya. Metode harga pasar yang dimodifikasi inilah yang sesuai dengan kondisi perusahaan, karena metode tersebut dianggap dapat membantu dalam kebijakan selanjutnya. Dilihat dari keterangan diatas dan kebijakan yang ditetapkan perusahaan maka penentuan harga transfer yang ditetapkan perusahaan sudah sesuai dengan keadaan perusahaan. Akan tetapi jika dilihat dari tabel perbandingan besarnya kontribusi laba dengan metode harga pasar yang ditetapkan perusahaan dengan yang ada pada teori hasilnya lebih tinggi alternatif yang diusulkan dari pada yang ada pada perusahaan.Hal ini dikarenakan adanya perbedaan besarnya penghematan biaya yang ditentukan. Biaya yang ditentukan perusahaan sebesar 5% dari harga pasar dan penghematan itu yang akan menikmati adalah unit pembeli. Semakin besar jumlah biaya yang dapat dihindari maka semakin besar kesempatan unit pembeli untuk mengendalikan biaya, sehingga dapat menimbulkan kerugian unit penjual seperti yang dialami perusahaan selama ini. Sedangkan menurut alternatif yang diusulkan, biaya yang dapat dihindari ditentukan sebesar biaya yang sesungguhnya terjadi.nPenentuan harga pasar jika dikaitkan dengan evaluasi laba, maka dapat memungkinkan unit penjual dalam perusahaan memperoleh kesempatan yang sama dengan unit pembeli dalam usaha pengendalian biaya untuk pencapaian laba tiap unit. Meskipun demikian dari kenyataan diatas untuk memungkinkan unit penjual memperoleh kesempatan yang sama dengan unit pembeli, maka penentuan harga transfer yang dapat digunakan untuk penilaian prestasi tiap unit yang selama ini diterapkan diperusahaan perlu diperbaiki dengan menggunakan metode harga pasar yang dimodifikasi hanya saja besarnya biaya yang dapat dikurangi sebesar biaya yang sesungguhnya terjadi. Hal ini dikarenakan besarnya biaya yang sesungguhnya tejadi tidak selalu sebesar 5% seperti yang telah diestimasikan perusahaan, tetapi dapat ditekan menurut kebijakan manajer dari tiap unit agar biaya-biaya yang terjadi dapat seefisien mungkin. Dengan kondisi tersebut, baik unit tembakau rajangan selaku penjual maupun unit rokok selaku pembeli tidak akan ada yang merasa dirugikan, karena unit penjual mempunyai kesempatan untuk mengendalikan biaya dengan seefisien mungkin dan unit rokok masih memperoleh laba yang maksimal walaupun tidak seperti kebijakan yang dibuat oleh perusahaan tanpa harus merugikan unit penjual karena masih memperoleh harga transfer dibawah harga pasar. Selain itu penerapan dengan harga pasar yang dimodifikasi merupakan penetapan yang sesuai dengan kondisi perusahaan dan dapat membantu mencerminkan prestasi yang nyata untuk setiap unit yang melakukan transfer.
Kesimpulan
Kebijakan penentuan harga transfer yang telah ditetapkan perusahaan adalah berdasarkan harga pasar yang dimodifikasi dengan penguranagn diaya yang dapat dihindari sebesar 5%.Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, diketahui bahwa kebijakan harga transfer tersebut ternyata kurang mencerminkan harga yang adil bagi unit tembakau rajangan karena pengurangan biaya yang dapat dihindari tidak berdasarkan pada biaya yang sebenarnya terjadi, sehingga dapat mencerminkan ketidakadilan bagi unit tembakau rajangan. Dalam upaya untuk mencerminkan keadilan bagi kedua belah pihak (unit penjual maupun unit pembeli) dari beberapa metode yang diusulkan, metode yang sesuai dengan kondisi perusahaan saat ini adalah metode harga pasar yang dimodifikasi dengan pengurangan biaya sebesar biaya yang sesungguhnya. Dari perhitungan yang telah dilakukan, dapat dilihat margin kontribusi yang diperoleh unit tembakau rajangan menurut metode harga pasar dimodifikasi dengan ketentuan perusahaan lebih kecil dari metode harga pasar dimodifikasi yang diusulkan, sedangkan margin kontribusi unit rokok dengan metode harga pasar dimodifikasi dengan ketentuan perusahaan lebih besar dibanding dengan metode harga pasar dimodifikasi yang diusulkan. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan besarnya harga transfer yang digunakan, sehingga dapat mempengaruhi margin kontribusi tiap unit. Selama tiga tahun (2007, 2008, dan 2009) margin kontribusi unit tembakau rajangan menurut ketentuan perusahaan sebesar Rp. 36.891.000,-; Rp. 48.435.750,- dan Rp. 49.775.350,-sedangkan menurut alternatif yang diusulkan sebesar Rp. 41.693.500,-; Rp. 53.811.990,- dan Rp. 54.049.900,-. Untuk margin kontribusi unit rokok selama tiga tahun (2007, 2008, dan 2009) menurut perusahaan sebesar Rp.585.852.500,-; Rp. 724.851.250,- dan Rp. 753.157.850,- sedangkan menurut alternatif yang diusulkan sebesar Rp. 581.049.200,-; Rp. 719.75.010,- dan Rp. 748.883.300,-.
Jurnal 2013 :
EVALUASI ATAS PERLAKUAN PERPAJAKAN TERHADAP TRANSAKSI TRANSFER PRICING PADA PERUSAHAAN MULTINASIONAL DI INDONESIA
Latar belakang
Perkembangan ekonomi yang terjadi pada saat ini, memberikan suatu pengaruh yang besar bagi pola bisnis dan sikap para pelaku bisnis. Investasi yang semakin aktif dilakukan oleh para investor, terlebih-lebih oleh para investor asing yang telah mengakibatkan terjadinya transaksi-transaksi yang bersifat internasional (cross border transaction). Awalnya transfer pricing dikenal dalam akuntansi manajemen sebagai kebijakan harga yang diterapkan atas penyerahan barang atau jasa antar divisi/departemen di dalam suatu perusahaan dengan tujuan untuk mengukur kinerja dari masing-masing divisi/departemen tersebut. Seiring dengan perkembangan zaman, perusahaan multinasional yang biasanya menerapkan desentralisasi operasi dengan cara membagi perusahaannya atas pusat-pusat pertanggungjawaban baik itu pusat biaya maupun pusat penghasilan, telah memanfaatkan transfer pricing sebagai alat untuk menghindari atau menggelapkan pajak dengan cara meminimalkan beban pajak yang harus ditanggung perusahaan. Melalui praktik transfer pricing, upaya meminimalkan beban pajak dilakukan dengan cara mengalihkan penghasilan serta biaya suatu perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa dari suatu negara kepada perusahaan di negara lain yang tarif pajaknya berbeda. Masalah pengalokasian penghasilan dan biaya perusahaan multinasional ini harus diatur dengan baik dan jelas oleh masing-masing negara yang terlibat dalam transaksi internasional. Pengaturan yang baik dan jelas diharapkan dapat mencegah dan mendeteksi tindakan-tindakan manipulasi pajak melalui transfer pricing yang sering dilakukan perusahaan multinasional untuk melakukan penghindaran/penggelapan pajak. Penelitian dilakukan untuk mengevaluasi kebijakan-kebijakan/peraturan-peraturan perpajakan mengenai pencegahan dan penanggulangan praktek transfer pricing yang menyebabkan penghindaran/penggelapan pajak di Indonesia.
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana efektifitas kebijakan/peraturan perpajakan yang ada dalam mencegah dan menanggulangi praktik transfer pricing pada perusahaan multinasional? Metode yang dapat digunakan untuk menguji kewajaran transfer pricing adalah metode-metode yang tertera dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No.04/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 tanggal 6 September 2010 sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2011 tanggal 11 Nopember 2011 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Antara Wajib Pajak Dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa. Secara umum, Surat Edaran dan Peraturan Dirjen Pajak tersebut melihat bahwa pemakaian prinsip kewajaran harga (arm’s length price) dan pengujian kewajaran nilai transfer adalah dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa (comparable uncontrolled price method), metode harga penjualan kembali (resale price method), metode biaya plus (cost plus method), metode pembagian laba (profit split method), dan metode laba bersih transaksional (transactional net margin method).
Perlakuan perpajakan terhadap transaksi transfer pricing diatur sebagai berikut :
1.      Pasal 18 ayat (3) UU PPh, Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan dan menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa sesuai kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa.
2.      PER-43/PJ/2010, penerapan prinsip kewajaran dan kewajiban usaha (arm’s length price) karena penentuan harga tidak wajar dengan melakukan analisis kesebandingan, menentukan metode transfer pricing yang tepat dan keharusan mendokumentasikan serta menyimpan buku dan catatan.
3.      Pasal 18 ayat (1) UU PPh, Menteri Keuangan berwenang untuk menetapkan besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan (dept to equity ratio/DER rule).
4.      Pasal 18 ayat (2) UU PPh, Menteri Keuangan berwenang untuk menetapkan saat diperolehnya deviden oleh WPDN atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek.
5.      Pasal 18 ayat (3a) UU PPh, mengatur tentang kesepakatan harga transfer (advance pricing agreement/APA) , yaitu kesepakatan antara Wajib Pajak dengan Direktur Jenderal Pajak mengenai harga jual wajar produk yang dihasilkannya kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Keuntungan dari kesepakatan ini adalah memberi kepastian hukum dan kemudahan penghitungan pajak serta tidak dilakukan koreksi bagi Wajib Pajak yang melakukan kesepakatan.
6.      Kewajiban dokumen, pelaporan dan pembukuan transfer pricing (PP 80 Tahun 2007 Pasal 16 ayat (2) , Pasal 19 PER 43/PJ/2010)
7.      Perjanjian penghindaran pajak berganda (tax treaty), melakukan pertukaran informasi dan melakukan renegosiasi tax treaty.
8.      Pasal 9 ayat 1 huruf f UU PPh, Pengeluaran dengan jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan pada pemegang saham atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
9.      Pemeriksaan transfer pricing, pedoman khusus pemeriksaan transfer pricing: Surat Edaran Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Nomor : S-153/PJ.04/2010 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-04/PJ.7/1993
Peraturan-peraturan tersebut diharapkan mampu mengatasi dan meminimalkan masalah-masalah yang timbul atas transaksi transfer pricing. Berkenaan dengan masalah transfer pricing, antara akuntansi komersial dengan akuntansi perpajakan mempunyai perlakuan yang sama. Memang dalam akuntansi komersial tidak ada ketentuan yang sifatnya khusus mengatur transfer pricing, akan tetapi dalam standar akuntansi komersial yang dikeluarkan oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) dapat ditemukan pernyataan yang berkaitan dengan hubungan istimewa. PSAK No.7 merupakan pernyataan standar akuntansi keuangan yang mengatur tentang pengungkapan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dan transaksi antara perusahaan pelapor dan pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
Tujuan
   Untuk mengetahui efektifitas kebijakan/peraturan perpajakan yang ada dalam mencegah dan menanggulangi praktik transfer pricing pada perusahaan multinasional.
Alat Analisis
Dikarenakan penelitian ini adalah library research maka analisis data yang digunakan adalah analisis isi atau content analysis. Analisis data yang digunakan dalam skripsi ini adalah berupa kata-kata bukan berupa angka-angka yang disusun dalam tema yang luas. Dalam menganalisis data setelah terkumpul, penulis menggunakan metode-metode sebagai berikut:
·         Metode Induktif yaitu digunakan ketika didapati data-data yang mempunyai unsur-unsur kesamaan kemudian dari situ ditarik kesimpulan umum.
·         Metode Deduktif yaitu digunakan sebaliknya yakni pengertian umum yang telah ada dicarikan data-data yang dapat menguatkannya.
·         Metode Diskriptif yaitu digunakan untuk mendiskripsikan segala hal yang berkaitan dengan pokok pembicaraan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai faktor-faktor, sifat-sifat serta hubungan dua fenomena yang diteliti.
Objek Penelitian
Objek penelitian adalah peraturan-peraturan perpajakan yang berkaitan dengan transaksi transfer pricing yang akan diteliti dan dikaji sampai sejauh mana keefektifannya dalam mengatasi permasalahan yang timbul dari transaksi transfer pricing.
Sumber Data
Sumber data adalah sumber yang diperlukan untuk penelitian. Menurut Suharsimi Arikunto (2004:107), “Sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh.” Sumber data diperlukan untuk menunjang terlaksananya penelitian dan sekaligus untuk menjamin keberhasilan dari penelitian tersebut. Sumber data tersebut dapat diperoleh, baik secara langsung (data primer) maupun tidak langsung (data sekunder) yang berhubungan dengan objek penelitian. Data yang diperlukan dalam penelitian ini hanya menggunakan data sekunder.
Menurut Asep Hermawan (2006:168) data sekunder adalah, “Struktur data historis mengenai variabel-variabel yang telah dikumpulkan dan dihimpun sebelumnya oleh pihak lain. “Sumber data sekunder adalah sumber data penelitian dimana subjeknya tidak berhubungan langsung dengan objek penelitian tetapi membantu dan dapat memberikan informasi untuk bahan penelitian.
Dalam penelitian ini, yang menjadi sumber data sekunder adalah hasil penelitian, literatur, peraturan dan perundang-undangan perpajakan, artikel serta situs di internet yang berkenaan dengan penelitian yang dilakukan.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah pengumpulan data literer yaitu bahan-bahan pustaka yang berkaitan dangan objek penelitian yang dimaksud. Data yang ada dalam kepustakaan tersebut dikumpulkan dan diolah dengan cara :editing yaitu pemeriksaan kembali data yang diperoleh terutama dari segi kelengkapan, perubahan peraturan, dan kejelasan serta keselarasan makna antara satu dan lainnya, organizing yaitu mengorganisir data-data yang diperoleh dengan kerangka yang sudah ditentukan dan penemuan hasil penelitian yaitu melakukan analisis lanjutan terhadap hasil pengorganisasian data dengan menggunakan kaidah-kaidah, teori dan metode yang telah ditentukan sehingga diperoleh kesimpulan tertentu yang merupakan hasil jawaban dari rumusan masalah.
Pembahasan
Untuk mencegah penghindaran pajak karena penentuan harga tidak wajar (non arm’s length price) diterbitkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-32/PJ/2011 tanggal 11 Nopember 2011. Peraturan ini membahas penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm’s length principle) terkait transaksi antara Wajib Pajak dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa. Dalam PER-32/PJ/2011 Wajib Pajak diharuskan untuk menggunakan nilai pasar wajar dalam bertransaksi dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa (related parties). Penentuan harga transaksi wajar (arm’s length price) bisa melalui metode perbandingan harga antara pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa, resale price dan metode lainnya.Syarat utama analisis ini adalah ketersediaan data pembanding eksternal dan internal. Apabila Wajib Pajak tidak bisa menunjukkan bukti pendukung kewajaran harga transaksi, maka Ditjen Pajak akan menetapkan harga transaksi yang wajar antara pihak-pihak yang terafiliasi.
Pada Pasal 2 Peraturan Dirjen Pajak ini, dinyatakan terdapat dua pihak yang harus tunduk pada ketentuan tersebut. Pertama, pedoman transfer pricing ini berlaku untuk penentuan transfer pricing atas transaksi yang dilakukan Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap di Indonesia dengan Wajib Pajak Luar Negeri di luar Indonesia. Ini sebenarnya yang dimaksud dengan Cross Border Transfer Pricing. Hal inilah sebenarnya yang menjadi alasan utama mengapa perlu ada pedoman transfer pricing. Perbedaan pedoman transfer pricing PER-43/PJ/2010 dengan PER-32/PJ/2011 adalah bahwa pada PER-43/PJ/2010 tidak membedakan transaksi antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa, apakah Cross Border Transfer Pricing atau Transfer Pricing di dalam negeri. Dengan demikian, sifat dari perubahan yang dilakukan PER-32/PJ/2011 adalah mempersempit ruang lingkup kondisi yang harus tunduk pada pedoman transfer pricing. Kedua, dalam Pasal 2 ayat 2 dijelaskan bahwa pedoman transfer pricing ini bisa diterapkan untuk transaksi antara Wajib Pajak yang berhubungan istimewa di Indonesia yang dapat memanfaatkan perbedaan tarif karena perlakuan pengenaan pajak penghasilan final atau tidak final pada sektor usaha tertentu, perlakuan pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan transaksi yang dilakukan dengan Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Kerja Sama Migas. Perubahan mendasar yang dilakukan oleh PER-32/PJ/2011 adalah digunakannya The Most Appropriate Method dalam menerapkan prinsip Arm’s Length Principle dalam transaksi hubungan istimewa. Pasal 11 ayat (3) Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 memberikan arahan dalam menerapkan metode penentuan harga transfer. Dalam menentukan metode harga transfer yang tepat, Wajib Pajak harus melakukannya secara hirarkis (hierarchy of method). Dengan cara hirarki seperti ini Wajib Pajak harus mencoba satu persatu metode transfer pricing untuk menemukan metode yang tepat. Metode yang harus pertama dicoba adalah metode Comparable Uncontrolled Price (CUP). Apabila metode ini tidak cocok karena kondisinya ternyata tidak tepat, maka Cost Plus Method (CPM) atau Resale Price Method (RPM) harus dicoba berikutnya. Dalam hal kedua metode tersebut tidak tepat untuk diterapkan, maka metode yang dapat digunakan adalah Profit Split Method (PSM) atau Transactional Net Margin Method (TNMM).PER-32/PJ/2011 meralat pemakaian hierarchy of method ini dan menggantinya menjadi the most appropriate method. Dengan demikian, Wajib Pajak tidak perlu mencoba setiap metode transfer pricing secara hirarkis tetapi langsung menggunakan metode yang tepat sesuai kondisi yang sesuai. Perubahan dari penentuan metode transfer pricing secara hirarkis menjadi penentuan metode yang paling sesuai ini dilakukan oleh OECD pasti dengan alasan yang kuat. Mungkin saja penerapan secara hirarkis sulit dilaksanakan dan pada umumnya penggunaan metode CUP, CPM, RPM cukup sulit dilakukan karena menuntut kesebandingan yang tinggi sehingga dalam banyak kasus, metode transfer pricing yang tepat biasanya adalah TNMM. Nah, apabila Wajib Pajak harus menerapkan dulu metode-metode tradisional tersebut, tentunya hal ini memakan waktu dan biaya yang tinggi.
Kesimpulan
Transfer Pricing adalah suatu harga jual khusus yang dipakai dalam transaksi penyerahan barang, jasa atau pemanfaatan harta tak berwujud antara perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa. Praktik transfer pricing sering digunakan oleh banyak perusahaan sebagai alat untuk menghindari atau menggelapkan pajak dengan cara meminimalkan beban pajak yang harus dibayar oleh perusahaan. Praktik tersebut dilakukan dengan cara mengalihkan penghasilan atau dasar pengenaan pajak dan/atau biaya dari satu perusahaan ke perusahaan lain yang mempunyai hubungan istimewa, dengan mempertimbangkan perbedaan ketentuan-ketentuan perpajakan yang terjadi dari suatu negara dengan negara lainnya. Adanya hubungan istimewa merupakan kunci terjadinya praktik transfer pricing. Transaksi yang terjadi antar perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa biasanya sering memakai harga yang tidak wajar, yang tidak sama dengan harga yang terjadi dalam transaksi antar pihak yang independen.
Metode-metode yang dipakai dalam pengujian kewajaran harga transfer diantaranya adalah: metode perbandingan harga antara pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa (comparable uncontrolled price method), metode harga penjualan kembali (resale price method), metode biaya plus (cost plus method), metode pembagian laba (profit split method), metode laba bersih transaksional (transactional net margin method). Penggantian hierarchy of method menjadi the most appropriate method sangat membantu Wajib Pajak dalam penentuan metode transfer pricing karena tidak menuntut kesebandingan yang tinggi serta tidak memakan waktu dan biaya yang tinggi.
Jurnal 2014 :
PENERAPAN METODE FULL COSTING DALAM PENENTUAN HARGA TRANSFER PADA PT. MASSINDO SINAR PRATAMA MANADO
Latar belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menimbulkan berbagai kemajuan di berbagai sektor kehidupan manusia, diantaranya bidang ekonomi.Bidang ekonomi yang sebelumnya begitu tertutup kini haruslah semakin transparan. Terlebih lagi, perubahan sosial politik terjadi begitu cepat dan mengharuskan setiap orang untuk turut segera mengantisipasinya. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kemajuan ekonomi suatu negara adalah perkembangan perusahaan. Dalam perkembangannya, perusahaan membutuhkan keterampilan manusia untuk mengambil keputusan. Kekeliruan dalam hal ini dapat mengakibatkan kerugian. Perusahaan adalah suatu lembaga yang diorganisir dan dijalankan untuk menyediakan barang dan jasa bagi masyarakat dengan motif keuntungan atau tujuan utama perusahaan bisnis diarahkan untuk memperoleh laba guna mempertahankan kelangsungan usahanya. Dalam rangka usaha tersebut maka perhatian utama perusahaan dititikberatkan pada hasil pentransferan dan besarnya biaya yang telah dikorbankan dan relevan dengan hasil produksi. Agar dapat menjalankan tanggung jawab perencanaan dan pengendalian maka manajemen membutuhkan informasi mengenai organisasi perusahaan.Dari sudut pandang akuntansi, informasi yang dibutuhkan manajemen adalah informasi yang sering berkaitan dengan biaya.Informasi biaya sering merupakan faktor penting dalam menganalisa metode alternatif penyelesaian masalah. Alasannya adalah bahwa berbagai alternatif biasanya mempunyai biaya dan faedah khusus yang dapat diukur dan digunakan sebagai masukan dalam memutuskan alternatif terbaik. Perusahaan membangun pabriknya dengan kapasitas yang mampu memenuhi permintaan pasar tertinggi beberapa tahun yang akan datang. Jika perusahaan membangun pabriknya dengan kapasitas yang mampu memenuhi permintaan pasar sekarang, hal ini akan berakibat umumnya perusahaan memiliki kapasitas yang menanggur yang seringkali mendorong manajemen puncak untuk mempertimbangkan penetapan harga transfer di bawah harga transfer normal. Masalah penentuan harga transfer dijumpai pada perusahaan yang organisasinya disusun menurut pusat-pusat laba, dan antar pusat laba yang dibentuk tersebut terjadi transfer barang atau jasa. Perusahaan semacam ini biasanya adalah perusahaan yang telah mengalami kemajuan yang pesat dan kompleksitas. Latar belakang timbulnya masalah harga transfer dapat dihubungkan dengan proses diferensiasi bisnis dan perlunya integrasi dalam organisasi yang telah melakukan diferensiasi bisnis. PT. Massindo Sinar Pratama Manado menghasilkan barang seperti springbed, sofa, busa, meja dan kursi plastik, serta barang-barang manufaktur lainnya. Penentuan harga transfer terjadi ketika busa yang diproduksi oleh PT. Massindo Sinar Pratama Manado juga dijadikan sebagai salah satu bahan baku untuk produk springbed. Uraian sebelumnya mendorong penulis untuk melakukan suatu penelitian secara langsung tentang Penerapan Metode Full Costing dalam penentuan harga transfer pada PT.Massindo Sinar Pratama Manado.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah: untuk mengetahui penerapan metode full costing dalam penentuan harga transfer pada PT.Massindo Sinar Pratama Manado.
Alat analisis
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif sedangkan metodenya menggunakan pendekatan metode harga transfer berdasarkan perencanaan laba, pengendalian biaya atau pengawasan biaya, dan pembuatan keputusan.
Objek penelitian
Objek penelitian yang berkaitan dengan transaksi harga transfer yang akan diteliti dan dikaji sampai sejauh mana penerapan metode full costing dalam penentuan harga transfer pada PT.Massindo Sinar Pratama Manado.
Pembahasan
PT. Massindo Sinar Pratama Manado memiliki empat (4) divisi sebagai pusat laba yaitu divisi springbed, divisi sofa, divisi kursi dan meja plastik serta divisi busa.Divisi busa menghasilkan busa jaya foam yang dijual di pasar luar sebesar 10% dan sisanya ditransfer ke divisi springbed. Manajer divisi busa dan springbed mempertimbangkan penentuan harga transfer busa jaya foam untuk tahun 2015. Menurut anggaran, divisi busa akan beroperasi pada kapasitas normal sebanyak 2.250 unit busa Total aktiva yang diperkirakan pada awal tahun anggaran adalah sebesar Rp. 2.177.250.000,- dan laba yang diharapkan yang dinyatakan dalam kembalian investasi (rate of return on investment) sebesar 15%. Harga transfer menggunakan metode perusahaan adalah Rp. 287.439,- untuk satu unit busa. Setelah meneliti hal tersebut ternyata hanya biaya produksi yang diperhitungkan yang kemudian ditambahkan dengan laba yang diinginkan oleh perusahaan. Hal ini tentu saja sangat merugikan perusahaan karena apabila ada aspek biaya yang tidak diperhitungkan di dalam penetapan harga jual, maka secara langsung juga berpengaruh pada perhitungan rugi laba. Setelah di bandingkan, maka ternyata dengan perhitungan cara perusahaan didapatkan harga transfer Rp 287.439,- namun masih ada biaya pemasaran dan biaya administrasi dan umum yang tidak diperhitungkan. Dengan menggunakan full costing maka harga transfer menjadi Rp 336.772,-. Metode full costing bermanfaat bagi PT. Massindo Sinar Pratama Manado untuk perencanaan laba, pengendalian biaya atau pengawasan biaya, dan pembuatan keputusan. Didalam melaksanakan pengawasan biaya yang efektif dan efisien manajemen, perlu didukung oleh informasi yang tepat dan akurat dimana informasi tersebut akan sangat berpengaruh didalam pengambilan keputusan. Hal ini sejalan dengan penelitian Samsul (2013) bahwa berdasarkan perbandingan metode full costing dan variable costing dalam perhitungan harga pokok produksi pada perusahaan, metode full costing memiliki angka nominal jauh lebih tinggi daripada metode variable costing, karena disebabkan dalam perhitungan harga pokok produksi pada metode full costing memasukkan semua akun biaya baik yang berjenis variabel maupun tetap. Perusahaan sebaiknya memasukan akun-akun seperti biaya penyusutan gedung pabrik, biaya penyusutan mesin dan peralatan serta biaya asuransi dalam harga pokok produksi dan penentuan harga pokok produk menjadi lebih tepat.
Kesimpulan
1.      Perusahaan dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya seperti penetapan harga transfer divisi busa ke divisi springbed comforta sudah menerapkan metode full costing, tetapi belum memperhitungkan seluruh biaya yang dikeluarkan.
2.      Setelah di bandingkan, maka ternyata dengan perhitungan cara perusahaan didapatkan harga transfer yang lebih rendah karena masih ada biaya pemasaran dan biaya administrasi dan umum yang tidak diperhitungkan. Dengan menggunakan full costing maka harga transfer menjadi lebih kompetitif.
Sumber :

Rabu, 20 April 2016

TRANSAKSI MATA UANG ASING

TRANSAKSI MATA UANG ASING

Khosyiah (24212095)
Lugas Setyo Aji (24212257)
4EB13
Universitas Gunadarma

Depok
Transaksi Mata Uang Asing
Transaksi
Transaksi adalah suatu aktifitas perusahaan yang menimbulkan perubahan terhadap posisi harta keuangan perusahaan, misalnya seperti menjual, membeli, membayar gaji, serta membayar berbagai macam biaya yang lainnya.

Jenis-Jenis Transaksi
·         Transaksi internal : adalah suatu transaksi yang terjadi yang melibatkan hanya bagian-bagian yang terdapat di dalam perusahaan saja, lebih menekankan perubahan posisi keuangan yang terjadi antara bagian yang ada dalam perusahaan misalnya seperti memo dari pimpinan kepada seseorang yang ditunjuk, perubahan nilai dari harta kekayaan karena penyusutan, pemakaian perlengkapan kantor. Lebih tepatnya dibuat dan juga dikeluarkan oleh perusahaan itu sendiri. Selain itu dapat juga diartikan sebagai bukti pencatatan atas kejadian-kejadian yang terjadi di dalam perusahaan itu sendiri. Contohnya seperti : penghapusan piutang usaha, pengalokasian beban dan lain-lain.
·         Transaksi eksternal : adalah suatu transaksi yang melibatakan pihak dari luar perusahaan. Seperti misalnya: transaksi penjualan, pembelian, pembayaran hutang piutang dan lain-lain.
Mata Uang Asing
Menurut Eng, Lees dan Mauer (1995:84), pengertian dari valuta asing (foreign exchange) adalah:  “Setiap aset atau tuntutan finansial dalam mata uang asing.” Sedangkan menurut FASB No.52, valuta asing dapat didefinisikan sebagai: “Acurrency other than an entity’s functional currency” Pada dasarnya kedua pengertian di atas adalah sama, yang dapat disimpulkan bahwa valuta asing adalah pertukaran mata uang suatu negara terhadap negara lainnya.
Fungsi Valuta Asing
Valuta asing bagi setiap negara saat ini memiliki peran yang cukup besar dalam melakukan hubungan dengan luar negeri, terutama hubungan dagang atau perdagangan internasional. Adapun fungsi dari valuta asing antara lain dapat dipergunakan sebagai :... 
·         Alat Tukar Internasional : Valuta asing dapat dipergunakan sebagai alat perantara untuk mengadakan tukar-menukar barang atau jasa dengan negara lain. Contohnya, jika Indonesia mengimpor biji gandum dari Amerika Serikat maka pembayarannya tidak dilakukan dengan mata uang rupiah, tetapi menggunakan valuta asing (misalnya dengan Valas Dollar Amerika Serikat). 
·         Alat Pembayaran Internasional : Jika pemerintah mempunyai utang dari negara lain maka pembayaran cicilan utang dan bunganya harus dilakukan dengan valuta asing. Dalam hal ini valuta asing dapat dipergunakan sebagai alat untuk mengadapakan pembayaran dengan negara lain. 
·         Alat Pengendali Kurs : Kurs sendiri dapat diartikan sebagai perbandingan nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain, dimana kurs mata uang suatu negara bisa menguat ataupun melemah.Valuta asing dapat digunakan sebagai dapat alat untuk mengendalikan kurs/nilai rupiah terhadap mata uang asing. 
·         Alat Memperlancar Perdagangan Internasional : Adanya valuta asing akan mempermudah dan memperlancar suatu negara dalam mengadakan perdagangan dengan negara lain. Valuta asing berfungsi sebagai alat tukar atau mempermudah perdagangan internasional. Tentunya jika tidak ada valuta asing maka perdagangan antarnegara akan mengalami kesulitan, karena perdagangan hanya dapat dilakukan dengan cara tukar-menukar barang dengan barang atau barter.
Jenis-Jenis Valuta Asing 
Valuta asing dapat dibedakan jika ditinjau dari jenisnya yakni terbagi atas dua kelompok, antara lain..
·         Valuta Asing Fisik : Valuta asing fisik adalah uang asing dalam pengertian uang asing yang sebenarnya artinya, uang asing dalam pengertian ini berbentuk uang kartal baik dalam bentuk coin (uang logam), uang kertas negara maupun uang kertas bank. Dalam jenis valuta asing fisik ini sama dengan pengertian uang kartal, valuta asing ini dapat dipakai dalam perdagangan internasional. 
·         Valuta Asing Non-Fisik : Valuta asing dalam bentuk surat-surat berharga/uang giral seperti dalam bentuk wesel, cek, travelers, cheque, internasional money order dan lain-lain. 
Dilihat dari bentuknya, jenis valuta asing yang umum di jual belikan dapat dibedakan menjadi beberapa bagian antara lain...
·         Mata Uang Asing : Mata uang asing seperti mata uang Euro Dollar, Yen Jepang, Dollar Amerika Serikat, Frank Swiss, Dollar Canada, Deutch Mark Jerman dan lain-lain
·         Saldo Kredit : Saldo Kredit yang terdapat pada bank-bank devisa suatu negara di luar negeri
·         Surat-surat Wesel Luar Negeri : Surat-surat wesel luar negeri ini dapat kita ketahui dengan contoh seperti berikut : ada seorang eksportir Indonesia menarik wesel atas Importir (dari negara lain). 
·         Hak-Hak Penerimaan Pembayaran : hak-hak penerimaan pembayaran dari penduduk negara dalam bentuk yang berbeda dengan tingkat likuiditas yang terbilang tinggi.

Transaksi Mata Uang Asing
Transaksi yang terjadi dalam suatu Negara merupakan transaksi lokal yang dinilai dan dicatat dalam mata uang Negara tersebut. Transaksi luar negeri adalah trasaksi yang terjadi antar luar Negara atau antar perusahaan dari Negara yang berbeda. Transaksi mata uang asing adalah trasaksi dimana nilai tukarnya dinyatakan dalam mata uang selain dari mata uang fungsional suatu entitas. Jadi, sebuah transaksi luar negeri tidak otomatis merupakan transaksi mata uang asing.
Menurut SAK (1999:10.2), suatu transaksi dalam mata uang asing adalah: “Suatu transaksi yang didenominasi atau membutuhkan penyelesaian dalam suatu mata uang asing.” Jadi, transaksi dalam mata uang asing merupakan transaksi yang terjadi dalam mata uang yang berbeda, dan memerlukan penyelesaian juga dalam mata uang yang berbeda pula.
Suatu transaksi dalam mata uang asing adalah suatu transaksi yang didenominasi atau membutuhkan penyelesaian dalam suatu mata uang asing, termasuk transaksi yang timbul ketika suatu perusahaan:
A.    membeli atau menjual barang atau jasa yang harganya didenominasi dalam suatu mata uang asing.
B.     meminjam (hutang) atau meminjamkan (piutang) dana yang didenominasi dalam suatu mata uang asing.
C.     menjadi suatu pihak untuk suatu perjanjian dalam valuta asing yang belum terlaksana.
D.    memperoleh atau melepaskan aktiva, menimbulkan atau melunasi kewajiban, yang didenominasi dalam suatu mata uang asing.
Perusahaan-perusahaan yang beroperasi secara internasional memakai berbagai metode untuk mengekspresikan dalam satuan valuta domestik, aktiva, kewajiban, pendapatan yang dinyatakan atau telah dikuantifisir dalam valuta asing. Bagi perusahaan yang memiliki transaksi valuta asing, perusahaan dihadapkan pada tiga forign exchange exposer yang terdiri dari:
1.             Transaction Exposure : Exposure ini menyangkut pencatatan transaksi valuta asing pada saat terjadinya, kemudian melakukan pengukuran terhadap kejadian yang mencerminkan ketidakpastian yang timbul dari perubahan jumlah hak dan kewajiban serta yang menimbulkan laba/rugi yang nyata.
2.             Economic Exposure : Hal ini menyangkut keadaan yang bersifat strategis karena menggambarkan future earning power yang dapat dipengaruhi oleh adanya peubahan nilai tukar valuta asing.
3.             Translation Exposure : Disini diperlukan cara mengukur pengaruh perubahan nilai valuta asing terhadap laporan keuangan neraca dan hasil usaha suatu perusahaan, terutama dalam menyusun laporan keuangan konsolidasi accounting exposure akan selalu muncul pada saat penyusunan laporan keuangan jika di antara akun laporan keuangan bersangkutan terdapat akun atau pos-pos yang awal kejadiannya dinyatakan dalam valuta asing. Oleh karena itu, perlu dibedakan metode pencatatan yang antara lain:
A.    Single rate method, menurut metode ini nilai dilaporkan menurut kurs tunggal yang berlaku pada tanggal neraca.
B.     Current-noncurrent method, menurut metode ini pos-pos valas dibagi dua yaitu:
·         Akun lancar (current), dilaporkan menurut kurs yang yang berlaku saat itu (current rate).
·         Akun non lancar (non-current), dilaporkan menurut kurs historis.
·         Akun laba rugi dijabarkan dengan kurs rata-rata (average rate), kecuali untuk penyusutan dan amortisasi dinilai dengan kurs historis (historical rate).
C.     Monetary dan non monetary method, dalam metode ini akun-akun valuta asing perusahaan dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
·         Pos moneter, yaitu pos yang nilai aslinya tidak berubah dan dinilai dengan kurs saat itu (current rate).
·         Pos nonmoneter, yaitu pos-pos yang nilai historisnya berubah-ubah tergantung harga pasar dan untuk itu dinilai dengan historical rate.
D.    Temporal method, yang merupakan modifikasi dari monetary dan nonmonetary method. Dalam hal ini penentuan kurs didasarkan pada metode pemilihan yang digunakan apakah market value atau historical value.
E.     Hybrid method, yaitu campuran dari beberapa metode di atas dengan syarat harus dilaksanakan dengan konsisten.
Jenis Perubahan Nilai Kurs Valuta Asing
1.      Apresiasi atau depresiasi naik atau turunnya nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang asing yang sepenuhnya tergantung pada kekuatan pasar (permintan dan penawaran valuta asing) baik dalam ngeri maupun luar negeri.
2.      Devaluasi atau revaluasi naik atau turunnya nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang asing dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah.

Turunnya nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang asing yang terjadi harian (depresiasi) sebenarnya mempunyai pengertian sebagaimana devaluasi, tetapi karena perubahan tersebut sangat kecil, maka tidak dirasakan sebagai devaluasi. Yang dianggap sebagai devaluasi adalah penurunan nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang asing yang dinyatakan secara resmi oleh pemerintah, dilakukan secara mendadak, dan ada perbedaan selisih kurs yang besar antara sebelum dan sesudah devaluasi. Hal ini berlaku juga untuk apresiasi dan revaluasi.
Dasar Pemakaian Kurs Dalam Penjabaran Transaksi Valuta Asing
Pengertian selisih kurs menurut Standar Akuntansi Keuangan (1999:10.1) adalah: “Selisih yang dihasilkan dari pelaporan jumlah unit mata uang asing yang sama dalam mata uang pelaporan pada kurs yang berbeda.” Jadi selisih kurs yang terjadi akibat transaksi valuta asing (foreign exchange contract) harus dilaporkan dalam nilai mata uang rupiah.
Pengakuan selisih kurs menurut Standar Akuntansi Keuangan ditentukan sebagai berikut:
“apabila terdapat perubahan kurs antara tanggal transaksi dan tanggal penyelesaian (settlement date) pos moneter yang timbul dari transaksi dalam mata uang asing. Bila timbulnya dan penyelesaian suatu transaksi berada dalam periode akuntansi yang sama, maka selisih kurs diakui pada periode tersebut. Namun, jika timbulnya dan diselesaikannya suatu transaksi berada dalam beberapa periode akuntansi, maka selisih kurs harus diakui untuk setiap periode akuntansi dengan memperhitungkan perubahan kurs untuk masing-masing periode.” (Standar Akuntansi Keuangan 1999:103)
Daftar Pustaka
http://www.artikelsiana.com/2014/12/pengertian-fungsi-jenis-valuta-asing.html